Lumbung “Emas” Kawasan Lindung Tahura SS. Hasyim, Disebut “ATM Oknum Pejabat”

IMG-20170117-WA0001PEKANBARU,WARTAPENARIAU.com-Kawasan Hutan Lindung Taman Hutan Raya (Tahura) SS. Hasyim  Propinsi Riau, yang terletak di Kabupaten Siak, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.314/Menhut-II/1999 luasnya 6.170 hektar, telah berubah menjadi  perkebunan kelapa sawit.

Hingga saat ini, alih fungsi kawasan lindung Model Minas Tahura SS. Hasyim belum tersentuh hukum. Fenomenal tersebut berada di “depan  mata” para pejabat Pemerintah Propinsi Riau, yaitu Gubernur Riau, Kapolda Riau, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Riau.

IMG-20170117-WA0002Anehnya, meski gencar disorot terkait alih fungsi hutan lindung Tahura, namun oknum petinggi daerah ini terkesan “memekakkan telinga, memicingkan sebelah mata” bak kata pepatah “anjing menggonggong kafilah berlalu” dan atau boleh dibilang “mandul”. Para pengusaha kebun sawit di kawasan lindung Tahura SS. Hasyim konon “dipelihara”, menjadikan miris masyarakat Riau.

Informasi yang berkembang belakangan ini kawasan hutan lindung Tahura SS. Hasyim dijadikan “lumbung emas” alias ATM bagi oknum-oknum tertentu benarkah.?

IMG-20170117-WA0003
Surat Pernyataan Warga Setempat.

Menyikapi peristiwa kebakaran di kawasan hutan Propinsi Riau, dan setiap peristiwa kebakaran hutan di Riau aparat TNI yang bekerja keras untuk memadamkan api kebakaran hutan, seperti yang terjadi di Kabupaten Rokan Hilir menjadi korban hingga tewas akibat kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu salah seorang prajurit TNI Pratu Wahyudi tewas dalam hutan pada saat memadamkan api kebakaran hutan akibat terjebak api yang berkobar dalam peristiwa kebakaran hutan belum lama ini, Panglima Kodam II/Bukit Barisan Mayor Jenderal Leduik Pusung sontak  marah berat akibat peristiwa kebakaran tersebut.

Ketika para petinggi Riau ini  expos di media massa terkait permasalahan kebakaran hutan kerap mengatakan “penyelamatan hutan tanggungjawab semua pihak termasuk masyarakat”, padahal penegakan hukum atas kerusakan hutan lindung Tahura, maupun HPT, jika para Petinggi daerah ini mau bertindak tegas berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 dan Undang-Undang 18 Tahun 2013 “ibarat membalikkan telapak tangan”, dengan muda jajaran Polda Riau menangkap para pengusaha yang membuka kebun sawit di hutan lindung Tahura SS. Hasyim tanpa izin tersebut, hanya saja kemauan itu masih “terbelenggu”, karena kepentingan berbagai pihak, sehingga dengan gampangnya para pengusaha kebun sawit di lokasi kawasan Lindung Tahura SS. Hasyim meluluh lantakkan hutan lindung tersebut dan mengalihfungsikan kawasan lindung Tahura menjadikan kebun kelapa sawit, milik pribadi, maupun kelompok mengatasnamakan kelompok tani. Padahal alih fungsi kawasan lindung Tahura SS. Hasyim  sudah terjadi sejak tahun 2000 silam.

Kapolda Riau, Irjend Pol, Zulkarnain Adhinegara mengatakan, “kalau soal izin itu ranahnya pemberi izin, tapi kalau izinnya tidak ada, kita tangkap, mungkin mereka-mereka inilah pembakar hutan,” ujar Kapolda Riau kepada wartapenariau.com via pesan singkat.

“Penegasan Kapolda Riau yang dilansir media ini, membuat para pengusaha kebun sawit kawasan lindung Tahura SS. Hasyim “pusing tujuh keliling”, karena tidak memiliki izin, “ujar sumber awak media ini. Minggu (15/01/2016).

Berdasarkan penegasan Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain Adhinegara, kemudian ketua Yayasan Yustisia, Harianto dan Ketua Gerakan Pemuda Melayu Riau, Zoelfahmi sebagai warga negara merasa terpanggil, Senin (16/01/2017) membuat laporan ke Mapolda Riau.

“Kami melaporkan nama-nama pengusaha kebun sawit kawasan lindung Tahura, dan mengacu kepada Undang-Undang No.41 Tahun 1999 dan Undang-Undang 18 Tahun 2013, dan desakan para petinggi pada saat peristiwa kebakaran, bahwa penyelamatan hutan bukan hanya Pemerintah, tapi merupakan tanggungjawab semua pihak termasuk masyarakat didalamnya,”ujar Harianto kepada awak media ini,Selasa (17/1/2017).

Bahwa gugatan Yayasan Riau Madani terhadap tergugat Edi Kurniawan atas tanah seluas 370 hektar di Pengadilan Negeri Bangkinang telah dimenangkan Yayasan Riau Madani dengan putusan No.62/Pdt.G/2015/PN. Bkn. Kemudian Pengadilan Negeri Bangkinang menyatakan perkebunan kelapa sawit Edi Kurniawan berada dalam kawasan HPT dan KPH lindung Minas Tahura.

“Atas dasar amar putusan PN Bangkinang tersebut kami ingin melaporkan kasus ini ke Polda Riai, tetapi kami merasa kecewa tatkala Laporan penggiat lingkungan ini terkesan ditolak, karena berbagai persyaratan yang harus dilengkapi, dari pihak pelapor semisal harus ada surat pengantar dari yang melaporkan begitu yang disampaikan petugas bagian pelayanan Polda Riau kepada kami,”ujar Zoelfahmi.

“Pembiaran terhadap kerusakan hutan Tahura SS. Hasyim membuat miris masyarakat, terutama saya selaku putra daerah “hutan yang menjadi kebanggaan masyarakat Riau, yang selama ini menjadi lokasi penelitian adik-adik kami para mahasiswa” kawasan lindung Tahura dari luas 6.170 hektar yang tersisa hanya ratusan ha, “ujar Zoelfahmi menyampaikan kekesalannya.

“Kami merasa di persulit di ruang Dit Reskrimsus Polda Riau, kami bermaksud melapor dan langsung di BAP di Dit Reskrimsus Polda Riau dengan maksud agar laporan tersebut di proses,”ujar Harianto yang diamini Zoelfahmi.

Ketika hal tersebut dikonfirmasi wartapenariau.com kepada Kapolda Riau, Irjen Pol Zulkarnain Adhinegara melalui pesan singkat (SMS), Selasa (17/1/2017), namun hingga berita ini dimuat belum ada tanggapannya.***(S.Purba)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *