PEKANBARU,WARTAPENARIAU.com– Meskipun dalam Undang-Undang tentang kehutanan telah jelas diatur bahwa setiap pelaku perusak hutan lindung diancam pidana dan denda, namun Undang-Undang tentang kehutanan tersebut seakan tidak menyurutkan oknum-oknum perusak kawasan hutan lindung di Tahura SS. Hasyim untuk membuka lahan perkebunan sawit diduga secara ilegal.
Ironisnya, oknum aparat penegak hukum di Dinas Kehutanan setempat terkesan “tutup mata”, diduga “main mata” kepada oknum-oknum perusak kawasan hutan lindung, ketimbang melindungi kawasan hutan lindung yang semakin rusak memprihatinkan.
Anehnya, beberapa orang warga menyebut “siapa takut berkebun sawit di hutan lindung Tahura” ini menjadi trend, di kawasan lindung Taman Hutan Raya (Tahura) SS. Hasyim Propinsi Riau yang memiliki luas areal 6.170 ha.
Akibat lemahnya penegakan hukum terkait pengawasan hutan lindung Tahura SS. Hasyim kini pembukaan hutan semakin menjadi-jadi Hutan Lindung Tahura “disulap” menjadi perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mementingkan sesaat tanpa mempertimbangkan efeknya kedepan.
Ketidaktakutan oknum-oknum perusak hutan terhadap Undang-Undang Kehutanan itu dibuktikan dengan hadirnya puluhan oknum berduit yang berasal dari Riau dan Medan Sumatera Utara sejak tahun 2002 silam untuk membuka hutan dan berkebun sawit di kawasan lindung Tahura SS. Hasyim. Konon kabarnya berkolaborasi dengan oknum Dinas Kehutanan Propinsi Riau, padahal instansi ini yang paling bertanggung jawab dalam penyelamatan kawasan lindung Tahura SS.Hasyim tersebut.
Maka tidaklah berlebihan jika Dinas Kehutanan Riau menjadi sasaran, dituding melakukan pembiaran terhadap aktifitas pembukaan hutan kawasan lindung Tahura SS. Hasyim yang dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Menepis tudingan persekongkolan yang dialamatkan terhadap oknum Dinas Kehutanan Propinsi Riau soal alih fungsi hutan lindung Tahura, maka dibuatlah semacam surat edaran yang terkesan “ecek-ecek” yang intinya larangan “Peringatan Hukum Berkebun di dalam Kawasan Tahura”, sesuai surat edaran No.2898/KPHP-MMT/IX/2015, tanggal 16 Oktober 2015 ditujukan Kepada Bpk/Ibu/Sdr………. Di tempat (tanpa nama dan alamat) dengan mencantumkan ancaman di pidana, dan denda berdasarkan Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Surat edaran tanpa nama dan tanpa alamat yang pas itu, ditanda tangani Ir. Fadrizal Labay selaku Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau kala itu. Sayangnya surat edaran tersebut tidak ada tindak lanjutnya sampai ke Pengadilan.
Terkait surat edaran bernomor 2898/KPHP-MMT/IX/2015, ketika diupayakan konfirmasi awak media ini ke petinggi Dinas Kehutanan Riau, namun menurut sumber di Instansi tersebut Kadis Kehutanan Propinsi Riau, petugas yang berkompoten Dinas Kehutanan sedang keluar.
Informasi yang berhasil dihimpun awak media ini bersama Yaspani Yustisia menyebutkan, surat edaran itu konon digunakan untuk menakut-nakuti para mafia hutan, agar para mafia kawasan lindung Tahura SS. Hasyim yang merasa terusik, lalu kemudian diduga mendatangi oknum pejabat Dinas Kehutanan Propinsi Riau, namun hasil dari kedatangan para mafia tersebut ke Dinas Kehutanan Riau hingga berita ini ditayangkan masih “abu-abu”, oleh karenanya surat edaran tersebut perlu di pertanyakan demikian obrolan Ketua Umum Yaspani Yustisia Harianto dengan awak media ini dikediamannya Rumbai Pekanbaru belum lama ini.
Menurut Harianto, penegakan hukum pemberantasan kejahatan kehutanan yang dapat dibuktikan melalui Pengadilan terkait penetapan PN Bangkinang atas gugatan perdata Yayasan Riau Madani terhadap tergugat Edy Cahyono selaku oknum mafia hutan yang mengalih fungsikan kawasan lindung Tahura SS. Hasyim seluas 375 ha menjadi kebun kelapa sawit.
Gugatan perdata tersebut dimenangkan Yayasan Riau Madani kemudian adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2114K/Pid.Sus/2014 dengan adanya putusan ini, makin memperjelas status kawasan lindung Tahura SS. Hasyim tidak diperbolehkan dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit, mestinya pelaku penyerobotan kawasan Tahura SS. Hasyim dipenjarakan, namun kenyataannya “putusan tinggal putusan, buah sawit tetap saja dipanen”, oleh pemilik kebun sawit Edy Cahyono, yang hingga saat ini menghirup udara segar menikmati hasil panen kebun sawit seluas 375 ha yang telah menghasilkan itu tetap dikuasai oleh Edy Cahyono kata Harianto.*** (S.Purba)