DUMAI,WARTAPENARIAU.com-Hutan konservasi, HPK dan lahan gambut seluas 300 hektar lebih di wilayah hukum Kota Dumai “disulap” menjadi perkebunan kelapa sawit. Para pelaku alih fungsi kawasan hutan konservasi tersebut diduga konspisasi dengan oknum aparat yang bertugas di Kecamatan Bukit Kapur, Kota Dumai.
Salah seorang pekerja Kebun berinisial NS mengakui bahwa lahan perkebunan kelapa sawit tersebut luasnya 120 hektar lebih yang dikelola oleh Yono yang berdomisili di Kecamatan Bukit Kapur, Kota Dumai.
“Ya benar, lahan ini milik pak Yono yang bertempat tinggal di kecamatan Bukit Kapur, luasnya sekitar 120 hektar lebih yang sudah produksi. Ada aparat yang “nge-pam” di perkebunan ini pak,”ungkap NS dengan nada polos kepada Wartapenariau.com dan Yayasan Bumi Hutan Melayu.
Berdasarkan aplikasi pemetaan plot bidang BPN, bahwa lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola Yono diduga berada dalam kawasan hutan konservasi, gambu, HPK,HP. Yono diduga melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri LHK sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 92 Undang-undang RI nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan kawasan hutan.
Menurut Sekretaris Yayasan Bumi Hutan Melayu, Samuel,S.H, ada tiga status kawasan hutan yang diduga dialihfungsikan oleh Yono menjadi perkebunan kelapa sawit,antara lain: kawasan hutan konservasi,HPK dan gambut.
Para pelaku alih fungsi kawasan hutan tersebut bebas melakukan aktivitas setiap hari tanpa adanya tindakan hukum dari oknum aparat yang berkompeten di Provinsi Riau.
“Alat berat excavator bebas melakukan aktivitas setiap hari di lahan ini, tanpa adanya tindakan hukum untuk pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula. Lahan Yono ini tidak bisa dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit,”tegas Samuel.
Kendati Wartapenariau.com telah upayakan konfirmasi kepada Yono via telepon genggamnya, namun hingga berita ini ditayangkan, Yono bungkam terkait dugaan alih fungsi kawasan hutan konservasi tersebut.
Selain itu, Sucipto Andra, warga Kota Dumai diduga melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan di Kelurahan Teluk Makmur, Kecamatan Medang Kampai, tanpa izin Kementerian LHK RI sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 92 Undang-undang RI nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan kawasan hutan.
Berdasarkan aplikasi pemetaan plot bidang BPN, yang dilakukan tim Yayasan Bumi Hutan Melayu bersama Wartapenariau.com, Johan Ayong diduga melakukan aitivitas di lahan kawasan hutan seluas lebih kurang 100 hektar.
Sucipto Andra melakukan aktivitas di lahan kawasan hutan seluas 700 hektar di wilayah Kelurahan Teluk Makmur, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai.
“Dari hasil pemeriksaan tim Yayasan Bumi Hutan Melayu, bahwa status lahan yang dikelola Johan Ayong dan Sucipto Andra belum memperoleh pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan Republik Indonesia,”ungkap Samuel.
Sucipto, ketika dikonfimasi via telepon genggamnya membenarkan bukan hanya ia yang melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan tersebut.“Masih banyak lagi perusahaan yang melakukan aktivitas di daerah, lalu kenapa hanya saya yang disoroti media,”tandas Sucipto menjawab pertanyaan Wartapenariau.com.
Johan Ayong, belum berhasil ditemui wartawan Wartapenariau.com, guna dimintai tanggapanya terkait dugaan alih fungsi kawasan hutan konservasi tersebut.
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas LHK Provinsi Riau,Maamun Murod, ketika dikonfirmasi via WhatsAppnya mengatakan,”Maaf pak setelah saya cek ternyata itu kewenangan pemerintah pusat. Saya akan infokan ke BBKSDA. Bapak bisa tanya BBKSDA,”pesan Maamun Murod menjawab pertanyaan Wartapenariau.com
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau, Zanir, ketika dikonfirmasi via WhatsAppnya, terkait hal tersebut, namun hingga saat ini belum ada tanggapannya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau perwakilan Kota Dumai, Nurzaman, ketika dikonfirmasi via telepon genggam, mengatakan, pihaknya secepatnya akan melakukan pengecekan ke kawasan konservasi tersebut.
“Yang jelas, kalau ada alat berat masuk ke dalam kawasan konservasi tersebut, kita akan berikan peringatan. Kalau memang mereka tetap melakukan aktivitas di dalam kawasan konservasi itu, kita akan tangkap mereka. Nanti kita laporkan ke Gakkum, karena kita sudah pernah beri peringatan kepada mereka, tetapi mereka tidak berani lagi melakukan aktivitas,”tegas Nurzaman.
“Alat berat excavator bebas melakukan aktivitas setiap hari di lahan gambut ini, tanpa adanya tindakan hukum untuk pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula. Lahan ini tidak bisa dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit,”tegas Samuel kepada Wartapenariau.com.***(tim)