DUMAI,WARTAPENARIAU.com-Dalam surat Ketua Bawaslu Kota Dumai, Zulfan, pada tanggal 27 Oktober 2020, memberitahukan bahwa perkara Eko Suharjo dan perkara terlapor DW dan perkara terlapor Am dihentikan.
3 (tiga) surat penghentian proses hukum perkara tersebut diterbitkan oleh Ketua Bawaslu Kota Dumai, dengan alasan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran hukum.
Yang menjadi pertanyaan publik, apakah surat penghentian 3 proses hukum perkara tersebut sudah dirapatkan oleh Ketua Bawaslu Kota Dumai, Zulfan dengan ditiga Sentra Penegakan Hukum Gakkumdu terpadu (Sentra Gakkumdu) di Kota Dumai,yaitu Jaksa Penuntut Umum, Penyidik Polri dan Komisioner Bawaslu.?
Ketika hal tersebut diklarifikasi wartapenariau.com kepada Ketua Bawaslu Kota Dumai via WhatsAppnya dan juga via pesan singkat (SMS). belum ada jawabannya. Dicoba dihubungi berulang kali telepon genggamnya, hari ini, Sabtu (20/11/2020), namun hingga saat ini belum ada klarifikasi dari Ketua Bawaslu Kota Dumai.
“Lalu kenapa Ketua Bawaslu Kota Dumai masih memilih “bungkam” terkait isi surat penghentian proses hukum tiga perkara tersebut diatas,”tanya JK.Situmeang dan Agus Tiar Siahaan kepada wartapenariau.com, Jumat (20/11/2020).
Untuk diketahui, baru-baru ini,wartapenariau.com menerima surat dari masyarakat terkait pemberitahuan penghentian perkara Eko Suharjo, Perkara terlapor DW dan pekara terlapor AM. Dimana ketua Bawaslu Kota Dumai dalam isi suratnya membertahukan bahwa dari hasil penelitian dan pemeriksaan terhadap terlapor yang masuk dan hasil kegiatan Badan Pengawas Pemilihan Umum Kota Dumai, perkara Eko Suharjo, Perkara terlapor DW dan terlapor AM dan perkara terlapor HS dihentikan, karena tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran hukum.
Berdasarkan dari keterangan ahli hukum pidana tata negara, fakta-fakta yang didapat pada hasil klarifikasi terhadap pelapor, terlapor, bukti-bukt yang diserahkan: Pasal 187 ayat (3) jo Pasal 69 huruf h Undang-Undang nomor: 8 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor: 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor: 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur/Bupati dan Walikota Dumai menjadi Undang-Undang, Sentra Gakkumdu Kota Dumai terhadap laporan yang diberikan oleh pihak pelapor, menyepakati bahwa laporan tersebut tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilihan.
Sentra Gakkumdu Kota Dumai terhadap laporan yang diberikan oleh pihak pelapor, menyepakati bahwa laporan nomor:02/ER/LP/PW/Kota/04 02/X/2020, tertanggal 23 Oktober 2020, tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran hukum lainnya (Netralitas/kode etik ASN).
Ketika hal tersebut dikonfirmasi kompasriau kepada Kasi Pidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Dumai, Agung Irawan, namun hingga saat ini belum ada klarifikasi.
Senin, (16/11/2020), Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Dumai, Agung Irawan dikonfirmasi wartawan mengatakan, dalam SPDP itu terdapat nama tersangka yakni Eko Suharjo.
“Iya, kami sudah terima SPDPnya. Dalam SPDP itu tersangkanya berinisial ES (Eko Suharjo, red),” ungkap Agung Irawan kepada wartawan.
Terhadap SPDP itu, kata Agung, pihaknya telah menunjuk beberapa orang sebagai jaksa peneliti. Mereka nantinya bertugas mengikuti perkembangan penyidikan serta menelaah berkas perkara bila dilimpahkan oleh penyidik.
“Saat ini, kami masih menunggu pelimpahan berkas perkara dari penyidik kepolisian atau tahap I,” imbuhnya.
Agung menjelaskan, Eko Suharjo disangkakan dengan Pasal 189 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. “Dalam SPDP itu, Pasal 189 UU Pilkada,” sebut mantan Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bengkalis ini.
Dalam aturan itu, paslon yang mengikuti pilkada yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, ASN, anggota Polri, anggota TNI, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu, atau paling banyak Rp 6 juta.***( Kriston Sitompul)