Presiden RI Dan Kapolri Diminta Untuk Turun Melihat “Mafia Hutan” Merajalela Merusak Hutan Di Kampar

RIAU,WARTAPENARIAU.com-Salah seorang masyarakat bernama Indra Gunawan meminta kepada Presiden Republik indonesia, Ir Joko Widodo dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi  Drs H.M Tito Karnavian untuk turun melihat secara langsung perbuatan para pelaku tindak pidana pelanggaran hukum bebas melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir,Kabupaten Kampar,Propinsi Riau.

KAWASAN HUTANPasalnya menurut Indra, bahwa oknum petinggi aparat penegak humum di Propinsi Riau terkesan “tidak berani” melakukan langkah-langkah hukum terhadap aktivitas oknum-oknum pelaku pelanggar hukum di Kabupaten Kampar baik sebagai perorangan ataupun korporasi yang melakukan kegiatan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia.

“Dalam perkara nomor;62/Pdt.G/2015/PN.Bkn, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang sudah menyatakan status dan legalitas lahan tersebut berada di TAHURAdalam kawasan hutan, tetapi penyidik aparat penegak hukum setempat terkesan “tidak berani” menetapkan para pelaku baik perorangan atau korporasi yang melakukan kegiatan perkebunan di kawasan hutan sebagai tersangka sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 92 undang-undang Republik Indonesia nomor: 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Untuk itu, kita minta kepada Presiden Repulik Indonesia, Ir Joko Widodo dan Kapolri untuk melakukan langkah-langkah hukum terhadap kegiatan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan tanpa izin itu,”tandas Indra kepada tim wartawan Wartapenariau.com, Jumat (8/9/2017).

Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, pada tanggal 29 Mei 2017 sudah mengirimkan surat kepada Pemimpin Redaksi Kompasriau, bahwa Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan telah menindaklanjuti soal alih fungsi kawasan hutan produksi terbatas (HPT) kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Produksi Lestari,Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, pada tanggal 21 Maret 2017.

“Sebagai respon atas kabar media online Wartapenariau.com, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Hidup,Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (LHK), sejak tanggal 28 April 2017, sudah menindaklanjuti soal kasus alih fungsi kawasan hutan itu kepada Kepala Balai pemantapan kawasan hutan wilayah XIX Pekanbaru. Pada intinya, kasus alih fungsi kawasan hutan itu dalam kajian dari Dirjen Planologi Kehutanan dan tata lingkungan hidup, kememterian LHK, tanggal 28 April 2017,”kata Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara RI, Masrokhan kepada Pemimpin Redaksi wartapenariau.com menanggapi surat kompasriau kepada Presiden Republik Indonesia.

Namun, sejumlah masyarakat di Desa Kota Garo,Kecamatan Tapung Hilir angkat bicara menyebut Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia “tak becus” memimpin jajarannya di Propinsi Riau untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan perusakan kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 6000 hektar di kawasan Kabupaten Kampar.

“Perbuatan pelaku perusakan kawasan hutan di Kampar ini sudah terbukti tindak pidana menguasai kawasan hutan, sesuai putusan hakim Pengadilan Negeri Bangkinang dan putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi kenapa Menteri kehutanan belum juga melakukan tindakan hukum terhadap para pelaku perusak kawasan hutan seluas lebih kurang 6000 hektar ini,”ucap salah seorang ketua RT di Desa Kota Garo kepada tim awak media ini, Selasa (5/9/2017).

Lanjutnya, salah satu bukti,  perbuatan tergugat Edi Kurniawan, terbukti mengolah, menguasai dan mengalih fungsikan kawasan hutan seluas lebih kurang 377 kektar menjadi perkebunan kepala sawit di kawasan Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar tanpa melalui prosedur pelepasan kawasan hutan sebagaimana telah diatur dalam surat keputusan bersama Menteri LHK dan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor: 364/Kpts/II/90,519/Kpts/HK.50/7/90 dan 23-VIII-1990 tentang ketentuan pelepasan kawasan hutan dan pemberian hak guna usaha untuk pengembangan usaha pertanian.

Perbuatan Edi Kurniawan sudah nyata melakukan tindak pidana menguasai kawasan hutan tanpa izin pemerintah, yaitu luas lahan kawasan hutan berkurang seluas lebih kurang 377 kektar, tetapi kenapa oknum aparat yang berkompoten seperti Kapolda Riau, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Riau dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia belum juga melakukan tindakan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 92 undang-undang Republik Indonesia nomor: 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

Lahan yang dikuasai Edi Kurniawan berbatasan dengan jalan koridor PT Arara Abadi, sebelah Timur berbatasan dengan kebun sawit Bunsiong yang diduga masih status kawasan hutan taman hutan raya Minas. Sebelah barat berbatasan dengan jalan kebun sawit Amansyah alias Ationg dan kebun sawit Ancu diduga masih kawasan hutan.

Lahan yang diduga dikelola Amansyah alias Ationg, Bunsiong dan Ancu masih kawasan hutan produksi terbatas. Hal itu berdasarkan pada peta lampiran surat keputusan Menteri LHK, tanggal 6 Juni 1986. Tetapi petinggi oknum aparat penegak hukum setempat, diduga membiarkan aktivitas ilegal tersebut bebas melakukan aksinya di dalam kawasan hutan.

Dalam amar putusan Pengadilan Negeri Bangkinang nomor;62/Pdt.G/2015/PN.Bkn, tanggal 17 Mei 2016, menyatakan bahwa perbuatan Edi Kurniawan merupakan perbuatan melawan hukum dan menyatakan bahwa status lahan yang dikelola Edi Kurniawan seluas lebih kurang 377 hektar merupakan kawasan hutan. Menghukum Edi Kurniawan supaya menghentikan seluruh aktivitas di atas tanah kawasan hutan tersebut.

Tetapi sampai saat ini, karyawan Edi Kurniawan masih bebas melakukan aktivitasnya di dalam kawasan hutan tersebut, tanpa adanya tindakan hukum dari aparat yang berkompoten.

Kendati awak media ini sudah upayakan konfirmasi kepada Kepala Badan pengamanan Dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Wilayah Sumatera Seksi Wilayah II Pekanbaru,terkait alih fungsi kawasan hutan produksi terbatas tersebut, namun hingga saat ini, Kepala Badan Pengamanan Dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Wilayah Sumatera Utara Seksi Wilayah II Pekanbaru masih memilih bungkam.

Begitu juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Riau, belum juga memberi penjelasan atau tanggapan soal alih fungsi kawasan hutan tersebut, kendati awak media ini sudah upayakan konfirmasi terkait kasus tersebut.***(Red).

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *