HUKRIMPEKANBARURIAU

Gubernur Riau Masih Bungkam Terkait Dugaan Korupsi CSR BI Dan OJK

156
×

Gubernur Riau Masih Bungkam Terkait Dugaan Korupsi CSR BI Dan OJK

Sebarkan artikel ini

PEKANBARU,WARTAPENARIAU.com-Hingga berita ini diterbitkan, Gubernur Riau, Abdul Wahid, masih bungkam, terkait dugaan tindak pidana Korupsi CSR BI Dan OJK, kendati sejumlah media online telah upayakan konfirmasi via WhatsAppnya Gubernur Riau.

Dikabarkan sejumlah media online, bahwa Gubernur Riau, Abdul Wahid, menjadi sorotan setelah dilaporkan ke Jaksa Agung Muda tindak pidana Khusus (Jampidsus) oleh organisasi masyarakat Pemuda Tri Karya (Petir). Laporan tersebut menyangkut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi dalam aktivitas eksplorasi tambang granit yang dilakukan PT Malay Nusantara Sukses (MNS) di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) Desa Keritang Hulu, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir.

Abdul Wahid, tercatat sebagai salah satu komisaris di PT MNS, mengaku pasrah. “Mau bagaimana lagi, namanya juga era transparansi. Kita tunggu saja prosesnya,” ujarnya singkat dilansir dari oketimes.com, Selasa (17/6) lalu.

Ketika ditanya soal dugaan maladministrasi dan pelanggaran terhadap PP Nomor 24 Tahun 2021 terkait pengelolaan kawasan hutan, Abdul Wahid enggan berkomentar. “Itu sudah masuk ranah aparat hukum. Biarkan mereka yang mengusut,” katanya sebelum menutup sambungan telepon dengan alasan sedang rapat.

Laporan dari Petir yang dikirim ke Jampidsus pada 7 November 2024 itu menyebutkan bahwa PT MNS diduga beroperasi tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Bukti-bukti yang diklaim kuat mencakup peta citra satelit dan hasil pencocokan data geoportal KLHK.

Diduga potensi kerugian negara akibat pelanggaran administratif tersebut. Berdasarkan hitungan denda dalam PP Nomor 24 Tahun 2021, tarif denda administratif mencapai Rp1,6 juta per hektare per tahun di kawasan hutan produksi. Dengan asumsi 198 hektare dan aktivitas selama tiga tahun, total denda yang seharusnya dibayar PT MNS mencapai Rp9,5 miliar.

Tidak cukup disitu, nama Gubernur Riau Abdul Wahid juga disebut-sebut masuk dalam hasil penyelidikan KPK terkait dugaan korupsi dana CSR BI dan OJK belum lama ini.

Hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ada kerugian keuangan Negara sebesar Rp 28, 2 Triliun rupiah dari dana CSR BI dan OJK. Sejauh ini, KPK telah menetapkan 2 orang tersangka dari komisi XI DPR RI, Satori (Nasdem) dan Heri Gunawan (Gerindra).

Menurut KPK, pihaknya menduga kuat mayoritas anggota komisi XI DPR RI terlibat, termasuk nama gubernur Riau, (Abdul Wahid) pun beredar sebagai penerima dalam daftar nama anggota DPR RI sebagaimana dilansir oleh media online Jakarta, MI. 11 Agustus 2025 lalu.

Menyoroti hal tersebut,Aktivis 98 Erwin Sitompul, yang pernah jadi Tim relawan Prabowo Subianto mendesak agar pemerintah pusat menaruh perhatian serius terhadap bernagai kasus yang menyeret nama pejabat di Provinsi Riau termasuk Gubernur.

“Jika ke KPK dan Kejaksaan sulit menyentuh nama Gubernur maka kami sebagai tim relawan mendesak agar persoalan ini jadi perhatian oleh bapak Presiden Prabowo.Kita ingin pemerintahan yang bersih tanpa korupsi,” ujarnya.

Menurutnya, pejabat pemerintah yang tersandung kasus korupsi akan mengganggu jalannyan roda pemerintahan di Provinsi Riau.Untuk itu melalui Presiden Prabowo tim relawan di Riau ini mendesak aparat penegak hukum segera memperjelas status jika memang  pejabat d Riau terlibat skandal korupsi.

“Kita butuh kepastian hukum, jangan pejabat ditakut-takuti untuk waktu yang lama agar pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Jika memang terlibat kita minta penegak hukum segera memperjelas agar menjadi pelajaran bagi pejabat lain yang suka memperkaya diri dan makan duit rakyat,” pintanya.

Selain tim relawan Prabowo, warga netizen di berbagai akun medsos pun merespon dengan nada dan kalimat yang beragam, ramai dari mereka mengecam dan mengutuk para pelaku korupsi dana CSR BI dan OJK tersebut.

Konon seharusnya dana CSR adalah diperuntukkan bagi masyarakat luas, guna meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia, ternyata justru dana-dana itu mengalir kepada para politikus dan pihak-pihak yang tidak berhak.**(Rilis).

Editor: T.Sitompul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *