MEDAN, WARTAPENARIAU.com – Penegakan hukum terkait hak cipta di Polda Sumatera Utara melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) terkesan ‘ngawur’ karena keterangan saksi ahli diposisikan lebih tinggi dibandingkan perundang-undangan, Sabtu (28/9/2024).
Hal itu diketahui ketika penasehat hukum korban, Rambo Silalahi, S.H menghadiri panggilan penyidik Unit 3 Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Sumut pada Jumat (27/9/2024) kemarin.
Rambo mengatakan, dalam pertemuannya dengan penyidik Unit 3 Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Sumut, Kompol Chandra Yudha menyampaikan bahwa laporan kliennya terancam gagal diproses karena belum ada sertifikasi sebagai rujukan penyidik untuk meminta keterangan ahli dalam perkara dugaan tindakan penggunaan karya cipta lagu tanpa hak.
Oleh karena penyampaian Kompol Chandra Yudha tersebut, penasehat hukum korban sempat terjadi adu pendapat dengan penyidik Unit 3 Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Sumut ini.
Sebab, Rambo berkeyakinan bahwa perintah perundang-undangan yakni UU No. 28 Tahun 2014 dalam Pasal 1 menyebutkan ‘Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.
Akan tetapi, imbuh Rambo, penyidik berpendapat lain, bahwa saksi ahli dan sertifikasi lagu karya tersebutlah penentu perkara bisa berlanjut atau dihentikan.
“Sifat dari satu karya cipta lagu itu menurut aturan perundang-undangan yakni deklarasi. Jika hal ini sudah dilakukan maka hak cipta itu sudah melekat secara otomatis,’ tukas Rambo kepada wartapenariau.com, Sabtu (28/9/2024).
Dikatakan, penyidik berkeyakinan lain, bahwa di negara ini terdapat aturan tumpang tindih dan sudah menjadi hal yang lumrah terjadi kata penyidik menirukan ucapan Kompol Chandra Yudha.
Terkait dengan pernyataan penyidik tersebut, Dirkrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan dan Kasubdit Indag AKP Bambang Rubianto saat dikonfirmasi kedua petinggi itu enggan memberikan tanggapan.
Diketahui, lagu karya cipta eks seniman Ley Tinambunan yang juga seorang jurnalis di Sumatera Utara ini telah dideklarasikan tahun 2017 dalam bentuk kaset VCD dan diunggah dikanal youtube tahun 2018 silam.
Pada unggahan youtube dan kaset CVD tersebut jelas tertulis penulis lagunya adalah Lei Tinambunan. Data serta bukti-bukti pun telah diserahkan ke penyidik.
Kepada wartapenariau.com, Ley Tinambunan mengutarakan awalnya ada informasi dari rekan sejawatnya pada Minggu 16 Juni sekitar pukul 09.30 WIB, bahwa ada lagu yang diunggah di kanal Youtube CMD Record berjudul “Arop Ni Roha Ni Dainang” namun nada lagu persis serupa dengan lagunya Ley Tinambunan yang semula di deklarasikan berjudul “Hombar Jabukki Saingan Hi”.
Sejak mengetahui hal tersebut, Ley Tinambunan keberatan dan melakukan upaya protes, dan protes pun sempat berlanjut melalui pembicaraan dengan pemilik maupun produser CMD Record, Richard Sianturi.
Dalam pembicaraan saat itu Richard Sianturi sempat mengakui bahwa lagu tersebut ia beli dari yang bernama Handa Simanjuntak, dan ia pun meminta maaf atas kekeliruan tersebut.
Lebih lanjut, lantaran persoalan itu tak kunjung menemukan jalan keluar, maka Ley Tinambunan membuat laporan resmi ke Polda Sumut dengan bukti lapor Nomor LP/B/814/Vl/2024/SPKT/Polda Sumatera Utara, tertanggal 25 Juni 2024, terlapor atas CMD Record, Richard Sianturi selaku produser.
Keterangan sebelumnya, Produser PT. CMD Record, Richard Sianturi melalui sambungan seluler, pihaknya mengklaim telah membeli lagu tersebut dari seseorang bernama Handa Simanjuntak. Setelah dikomersilkan ada klaim dari pencipta asli.
Ketika disinggung soal lagu yang sudah pernah dirilis pada tahun 2018 silam, lantas bagaimana halnya bisa lagu karya cipta orang lain didistribusikan di kanal youtube resmi CMD Record ?
Menanggapi itu, Richard Sianturi mengatakan proses masuk lagu di CMD Record melalui cek di media kalau tidak ada kita proses klaim sang produser.
Richard juga mengakui bahwa lagu karya orang lain itu memang sudah sempat dikomersilkan di Youtube CMD Record namun dihapus kembali karena ada persoalan.
“Kalau ada persoalan seperti ini mau di selesaikan kalau mau ke pengadilan pun kita siap kok,” ujar Richard Sianturi saat itu.
Produser CMD Record Sempat Mangkir dari Panggilan Polisi
Perkara yang sedang bergulir di Ditreskrimsus Polda Sumut masih belum rampung. Produser Richard Sianturi (terlapor) sendiri sekaligus pemilik label CMD Record sempat mangkir dalam panggilan Polda Sumut.
Pertama panggilan dilayangkan pada 6 Agustus 2024 akan tetapi Richard Sianturi tidak menghadiri panggilan polisi tersebut. Lalu, pada panggilan kedua (susulan) tanggal 13 September 2024, Richard Sianturi pun menghadirinya.
Setelah memenuhi panggilan kedua, saat itu pula muncul pendapat penyidik mengatakan bahwa perkara tersebut terancam gagal dilanjutkan jika tidak ada sertifikasi kepemilikan lagu karya tersebut. Ada apa dibalik semua itu ?
Penegasan Kompol Chandra Yudha tersebut bersamaan setelah pertemuan dengan terlapor. Publik pun mewanti-wanti agar Ditreskrimsus Polda Sumut tetap menjaga integritas dalam menegakkan hukum.
Pasalnya, dari penyampaian penyidik tersebut tersirat seribu tanya. Bagaimana mungkin sejumlah aturan lebih tinggi posisinya dibandingkan undang-undang itu sendiri. (BTM/Red)